Wayan Suparta, Ukur Perubahan Iklim Sejak 2003 hingga ke Antartika

Wayan Suparta, Ukur Perubahan Iklim Sejak 2003 hingga ke AntartikaJakarta – Bumi semakin terasa panas akibat perubahan iklim. Kenaikan suhu ini pun membuat es di Antartika mencair.

Adalah Prof Wayan Suparta, seorang WNI yang merupakan pengajar sekaligus peneliti di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), tertarik untuk mengukur perubahan iklim. Dia pun terbang ke Antartika demi menemukan jawaban dan solusi atas perubahan iklim global.

“Tren perubahan iklim global dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan perubahan suhu yang sangat signifikan. Peningkatan ini juga memberi indikasi bahwa bagian bumi selatan (Kutub Selatan atau Antartika), suhu telah meningkat dari tahun 1950 hingga 2016 dari 0,1°C hingga melebihi 0,5°C,” ujar Prof Wayan dalam tulisannya berjudul ‘Penyelidikan Sambaran Petir di Antartika’, pada Februari 2017.

Wayan menyelidiki iklim sejak 2003 sampai akhirnya menjelajahi Antartika pada tahun 2007 hingga kini. Proyek penelitian itu terselenggara atas kerja sama Malaysian Antarctic Research Programme (MARP) dengan Antarctica New Zealand.

“Saintis dunia khawatir pencairan es yang terjadi sepanjang tahun akan memberi dampak negatif pada kehidupan di Bumi. Matahari adalah salah satu sumber alami utama penyebab dari perubahan tersebut,” tutur Prof Wayan saat berbincang dengan detikcom yang ditulis, Jumat (17/3/2017).

Wayan beberapa waktu lalu berada di Base Carlini, Argentina, guna mempersiapkan penelitiannya. Setelah itu dia ke Antartika untuk melakukan penelitian.

“Penelitian karakteristik sambaran petir di Antartika adalah penting karena adanya interaksi radiasi antara permukaan bumi dengan atmosfer. Petir diproduksi terutama dari awan cumulonimbus. Apakah di Antartika juga mengalami kejadian petir seperti wilayah di khatulistiwa?” demikian Wayan mengutarakan sumber tanya dari penelitiannya.

Iklim Antartika sangat sejuk sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi pembentukan awan. Ketika awan tak terbentuk, mestinya kecil kemungkinan muncul petir atau bahkan tidak ada sama sekali.

“Berbekal dari hipotesis lama itu dan pengalaman saya memasang peralatan GPS di Scott Base Antartika tahun 2007 di mana antena GPS saya rusak ternyata disambar petir dan itu terjadi di musim winter. Ini latar belakang saya meneliti fenomena cuaca ini,” tutur Prof Wayan dalam perbincangan dengan detikcom beberapa waktu lalu.

Karakteristik petir juga bergantung dengan kedudukan wilayah, topografi, dan keadaan atmosfer di suatu tempat. Wayan mengaku tertarik untuk meneliti hal itu.

“Penelitian ini akan dikembangkan ke teknologi satelit. Di Antartika, satelit masih susah dijangkau karena sinyalnya harus kuat dan tahan dari drift atau energy loss. Aspek yang paling penting dan dasar adalah sainsnya. Sains bagaimana kilat di sini tetbentuk dan mempengaruhi lingkungan,” kata pria yang berdomisili di Maguwoharjo, Yogyakarta, ini.

Wayan adalah sarjana fisika instrumentasi dari Universitas Sanata Darma Yogyakarta, master ilmu material dari ITB Bandung serta doktor bidang elektronika di Universiti Kebangsaan Malaysia.

Sebelum menjadi periset tentang perubahan iklim, Wayan berprofesi sebagai guru fisika di SMUK Cor Jesu Malang (1994-1997), kemudian pindah ke SMUK Santo Aloysius Bandung (1997-2000).

Nah, Wayan ternyata pindah ke Malaysia setelah mengaku susah mencari pekerjaan ke Indonesia pada tahun 2000. Sejak itu dia menjadi Dosen Teknik di College Legenda Group Malaysia hingga 2004.

Kegemarannya akan sains membuatnya ditunjuk menjadi dosen senior dan kandidat doktoral di Universitas Kebangsaan Malaysia. Wayan ini adalah Profesor di Space Science Centre di Institute of Climate Change di Universitas Kebangsaan Malaysia.

Sumber